Wednesday 2 November 2016

PEMBAGIAN HUKUM ISLAM


A. Pembagian Hukum Islam
Hukum Islam dibagi menjadi 5 (lima),yaitu:
1. Wajib (fardhu), adalah suatu keharusan, yakni segala perintah Allah SWT. yang harus kita kerjakan.
a. Wajib Syar'i, adalah suatu ketentuan yang apabila dikerjakan mendatangkan pahala, sebaliknya jika ditinggalkan terhitung dosa.
b. Wajib Akli, adalah suatu ketetapan hukum yang harus diyakini kebenarannya karena masuk akal atau rasional.
c. Wajib Aini, adalah suatu ketetapan yang harus dikerjakan oleh setiap muslim, antara lain sholat lima waktu, sholat jum'at, puasa wajib bulan Romadhon dan lain sebagainya.
d. Wajib Kifayah, adalah suatu ketetapan yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian orang muslim, maka orang muslim lainya terlepas dari kewajiban itu. Akan tetapi jika tidak ada yang mengerjakannya, maka berdosalah semuanya. Contohnya adalah mengurus jenazah mulai dari memandikan, mengkafani, mensholati, dan memakamkannya.
e. Wajib Muaiyyan, adalah suatu keharusan yang telah ditetapkan macam tindakannya, contohnya berdiri bagi yang mampu sewaktu sholat.
f. Wajib Mukhoyyar, adalah suatu kewajiban yang boleh dipilih salah satu dari bermacam pilihan yang telah ditetapkan untuk dikerjakan. Contohnya tebusan apabila kita berhubungan suami istri pada siang bulan Romadhon, boleh memilih antara berpuasa atau memberi makan orang miskin.
g. Wajib Mutlaq, adalah suatu kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya, seperti membayar denda sumpah.
h. Wajib Aqli Nazari, adalah kewajiban mempercayai suatukebenaran dengan memahami dalil-dalilnya atau dengan penelitian yang mendalam, seperti mempercayai eksistensi Allah SWT.
i. Wajib Aqli Dhoruri, adalah kewajiban mempercayai kebenaran dengan sendirinya, tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu seperti orang makan jadi kenyang.
2. Sunnah adalah perkara yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala, dan bila ditinggalkan tidak berdosa.
a. Sunnah Muakkad adalah sunnah yang sangat dianjurkan, misalnya sholat terawih dan sholat Idul Fitri.
b. Sunnah Ghoiru Muakkad adalah sunnah biasa. Misalnya, memberi salam kepada orang lain, dan puasa pada hari senin kamis.
c. Sunnah Haiah adalah perkara-perkara dalam sholat yang sebaiknya dikerjakan, seperti mengangkat kedua tangan ketika takbir, mengucap Allaahu Akbar ketika akan ruku', sujud, dan sebagainya.
d. Sunnah Ab'ad adalah perkara-perkara dalam sholat yang harus dikerjakan, dan kalau terlupakan maka harus menggantinya dengan sujud sahwi, seperti: membaca tasyahud awal, dan sebagainya.
3. Haram, adalah suatu perkara yang dilarang mengerjakannya, seperti minum-minuman keras, mencuri, judi, dan lain sebagainya. Apabila dikerjakan terhitung dosa, sebaliknya jika ditinggalkan kita memperoleh pahala.
4. Makruh adalah sesuatu hal yang tidak disukai/diinginkan. Akan tetapi apabila dikerjakan tidak berdosa, dan jika ditinggalkan berpahala, seperti merokok, makan bawang mentah, dan lain sebagainya.

5. Mubah adalah suatu perkara yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan tidak berpahala dan juga tidak berdosa.

KAIDAH - KAIDAH HUKUM ISLAM


A. Pengertian Kaidah-Kaidah Hukum Islam
Kata kaidah berasal dari bahasa Arab qa’idah. Oleh karena itu,  kaidah-kaidah dalam bahasa Arab ialah qawa’id. Kaidah-kaidah hukum islam merupakan terjemahan dari istilah bahasa Arab.
Qawa’id dalam bahasa arab sehari-hari berarti fondasi atau landasan bangunan. Kata qawa’id sperti ini dijumpai dalam al-qur’an surat al-baqoroh ayat 127 yang artinya “Dan ingatlah ketika Ibrahim mendirikan (membina) dasar-dasar Baitullah beserta Isma’il”.
Di samping kata qawa’id bermakna seperti disebut di atas, ia juga dapat bermakna ‘yang tepat’ yakni sesuatu yang universal pada tiap-tiap bagiannya sehingga daripadanya diketahuilah hukum-hukumnya.
Definisi pertama dikemukakan oleh para pakar hukum Islam dalam arti pakar ilmu ushul fiqh atau epistemologi hukum Islam. Definisi ini menunjukan bahwa kaidah hukum itu adalah kaidah universal yang mencakup setiap bagian-bagian hukum itu. Demikian pula definisi kedua yang dikemukakan oleh para psikolog merupakan kaidah yang universal pula.
Selain dua definisi di atas masih ada satu definisi yang dikemukakan ahli fiqh yakni ahli hukum islam dalam arti hukum dan ilmu hukum islam. Sesuai dengan sifat ilmu kebenarannya bersifat relatif, maka kaidah hukum itu walaupun relatif, ia mempunyai tingkat kebenaran yang bersifat aglabiyyah atau berlaku pada umumnya atau mayoritas dengan demikian para pakar hukum fiqh tersebut, mendefinisikan kaidah sebagai berikut: Hukum yang bersifat mayoritas atau kebanyakan sehingga bila diterapkan secara tepat pada kebanyakan satuan-satuannya dapatlah diketahui kedudukan hukum setiap satuan-satuannya itu.
Dengan mengamati definisi-definisi diatas dapatlah difaham bahwa kaidah-kaidah hukum yang dibangun oleh para pakarhukum itu  disususn berdasarkan penalan induktif.para ahli ushul fiqh, yakni kaum epistemology hukum islsm telah menyusun kaidah-kaidah hukum itu berdasrkan penalaran induktif.
Pernyataan al-qurafi menarikan sekali diketengahkan disini ia menyatakan bahwa agama islam meliputi pokok dan cabang atau al–ushul wa ulfuru. Pokok agama islam ada dua bagian. Bagian pertama disebut ushul fiqh kebanyakan bahasanya meliputi kaidah-kaidah yang ditimbulkan (fi’il amr) menunjukan kewajiban kata kerja larangan (fi’il nahyi) menunjukan hukum harm, dan demmikian seteusnya. Bagian kedua adalah ‘kaidah-kaidah hukum yang universal’ yang dinamai al-Qowa’id al kuliiyah.
Menurut al-Qurafi, ushul fiqh baru membahas kaidah-kaidah yang bersifat umum, bahkan pendekatan kaidah-kaidah tersebut lebih cenderung menggunakan pendekatan kebebasan belaka. Sedangkan kaidah-kaidah hukum sangat penting dalam ilmu hukum dan praktek hukum. Kaidah-kaidah hukum itu mempunyai manfaat yang besar sekali. Seorang ahli hukum dan mufti akan mempunyai kedudukan yang terhormat apabila ia menguasai kaidah-kaidah hukum ini karena penguasaan atas kaidah-kaidah hukum tersebut akan mempermudah langkah-langkah dalam berfatwa.
B. Pembagian Kaidah-Kaidah Hukum Islam
Kaidah Hukum Islam sebagaimana dijelaskan di atas dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu :
1. Pembagian Kaidah Fiqh dari Segi Fungsi;
2. Pembagian Kaidah Fiqh dari Segi Mustasnayat; dan
3. Pembagian Kaidah Fiqh dari Segi Kualitas.
Dari segi kualitas, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi lima, yaitu :
a. Kaidah Kunci
b. Kaidah Asasi
c. Kaidah yang diterima oleh semua aliran Sunni
d. Kaidah yang diikhtilafkan di Kalangan Sunni
e. Kaidah yang diikhtilafkan Ulama yang Sealiran






ASAS - ASAS HUKUM ISLAM

ASAS-ASAS HUKUM ISLAM
A. Asas-Asas Hukum Islam                          
Yang dibicarakan dalam kesempatan ini hanya beberapa asas hukum islam. Tim pengkajian Hukum Islam Badan Binaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, dalam laporan tahun 1983/1984 (Laporan 1983/1984 : 14-27) menyebut beberapa asas Hukum Islam yang (1)Bersifat Umum (2) Dalam lapangan hukum pidana (3) Dalam lapangan hukum perdata , sebagai contoh. Asas-asas hukum dilapangan Hukum tata negara, internasional dan lapangan-lapangan huku Islam lainnya tidak disebutkan dalam laporan itu.
Sebagai sumbangan dalam penyusuna asas-asas hukum nasional , Tim itu hanya mengedepankan :
1. Asas–Asas Umum
Asas-asas umum hukum islam yang meliputi semua bidang dan segala lapangan hukum islam adalah
a.    Asas keadilan
Keadilan sangatlah penting sampai-sampai dalam Al-Qur’an terdapat 1000 kali kata Keadilan,terbanyak disebutkan setelah Allah dan ilmu pengetahuan. Bahwa keadilan adalah asas ,titik-tolak,proses dan sasaran hukum islam.
b.    Asas kepastian hukum
Surat Bani Israil (17) ayat 15 yang terjemahannya (kurang lebih) berbunyi “. . . dan tidaklah kamimenjatuhkan hukuman ,kecuali setelah kami mengutus seorang rosul untuk menjelaskan (aturan dan ancaman) hukuman itu. . . “ selanjutnya di surat al-maidah (5) ayat 95 terdapat ketegasan Illahi yang menyatakan Allah mengampuni kesalahan yang sudah berlalu. Dari keduanya dapat disimpulkan bahwa asas kepastian yaitutidak ada satu perbuatan pun dapat dihukum, kecuali atas kekuatan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk perbuatan itu.(Anwar Harjono 1968;155)


c.    Asas kemanfaatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi asas keadilan dan kepastian hukum yang mempertimbangkan hukuman untuk terdakwah yang bermanfaat untuk masyarakat.
2. Asas-asas dalam hukum pidana
Asas- asas dalam lapangan hukum pidana Islam antara lain adalah
a. Asas legalitas
b. Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain
c. Asas praduga tidak bersalah
3. Asas-asas dalam lapangan hukum perdata
Dilapangan hukum perdata terdapat asas hukum islam yang menjadi tumpuan atau landasan untuk melindungi kepentingan pribadi seseorang. Dalam asas hukum perdata Islam antara lain yaitu:
a. Asas kebolehan atau mubah;
b. Asas kemaslahatan hidup;
c. Asas kebebasan dan sukarelawan;
d. Asas menolak mudharat, mengambil manfaat;
e. Asas kebajikan;
f. Asas kekeluargaan;
g. Asas adil dan berimbang;                                                                       
h. Asas mendahulukan kewajiban dari hak;
i. Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang; dan
j. Asas kemapuan berbuat atau bertindak.

4. Asas-asas Hukum Islam

Hasbi Ash Shiddiqie mengemukakan bahwa hukum Islam mempunyai azas dan tiang pokok yaitu:
a.       Asas Nafyul Haraji;
Yakni meniadakan kepicikan. Dalam arti bahwa hukum Islam dibuat dan diciptakan itu berada dalam batas-batas kemampuan para mukallaf. Namun bukan berarti tidak ada kesukaran sedikitpun sehingga tidak ada tantangan, sehingga jika ada kesukaran yang muncul bukan hukum Islam itu digugurkan melainkan melahirkan hukum Rukhsah.
b.      Asas Qillatu Taklif;
Yaitu tidak membahayakan taklifi, artinya hukum Islam itu tidak memberatkan pundak mukallaf dan tidak menyukarkan.
c.       Asas Tadarruj,
Bertahap (gradual), artinya pembinaan hukum Islam berjalan setahap demi setahap disesuaikan dengan tahapan perkembangan manusia.
d.      Asas Kemuslihatan Manusia;
Hukum Islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu yang ada di lingkungannya.
e.       Asas Keadilan Merata;
Bermakna hukum Islam sama keadaannya tidak lebih melebihi bagi yang satu terhadap yang lainnya.
f.       Asas Estetika;
Artinya hukum Islam memperbolehkan bagi kita untuk mempergunakan atau memperhatiakn segala sesuatu yang indah.
g.       Asas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang Berkembang Dalam Masyarakat;
Hukum Islam dalam penerapannya senantiasa memperhatikan adat/kebiasaan suatu masyarakat.
h.      Asas Syara Menjadi Dzatiyah Islam;

Hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan lapangan yang luas kepada para filusuf untuk berijtihad dan guna memberikan bahan penyelidikan dan pemikiran dengan bebas dan supaya hukum Islam menjadi elastis sesuai perkembangan peradaban manusia.

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
(AL-QUR’AN DAN SUNNAH)
A. Sumber-Sumber Hukum Islam (Al-Qur’an)
      Secara etimologis, Al-quran adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a (قرأ) se-wazan dengan kata fu’lan (فعلأن), artinya: bacaan; berbicara tentang apa yang ditulis padanya; atau melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata قران berarti مقرؤ , yaitu isim maf’ul objek dari kata قرأ.  Hal ini sesuai dengan firman allah dalam surat Al-Qiyamah (75): 17, yang artinya : “sesungguhnya tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai ) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.” Sedangkan secara terminologi, menurut Ali Ash-Shabuni, pengertian al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi atau Rasul-Nya yang penghabisan dengan perantaraan Malaikat Jibril yang ditulis pada mushaf-mushaf, dinukilkan kepada kita secara mutawatir, membacanya adalah ibadah, dimulai dengan Surah al-Fatihah dan diakhiri dengan Surah An-Nas.
Dari pengertian Al-Qur’an di atas, secara umum Al-Qur’an adalah wahyu atau firman Allah swt yang diturunkan kepada Rasulullah saw melalui perantaraan malaikat Jibril dengan menggunakan bahasa Arab, untuk pedoman bagi umat manusia, yang merupakan mukjizat Nabi Muhammad saw yang terbesar, dinukilkan kepada kita secara mutawatir dan dinilai ibadah bagi yang membacanya.
Allah swt menurunkan Al-Qur'an tiada lain supaya dijadikan dasar hukum dan disampaikan kepada umat manusia untuk diamalkan segala perintah-Nya dan ditinggalkan segala larangan-Nya, sebagaimana firman Allah :
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِيْۤ اُوْحِيَ اِلَيْكَ. (الزخرف: ۴۳)
"Maka berpegangteguhlah engkau kepada (agama) yang telah diwahyukan kepadamu."  (QS. Az-Zukhruf/43: 43).
يٰۤاَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ. (المائدة: ٦٧)
"Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu."(QS. Al-Mã'idah/5: 67).
وَهٰذَا كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ مُبٰرَكٌ فَاتَّبِعُوْهُ وَاتَّقُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. (الانعام: ١٥٥)
"Dan ini adalah Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan dengan penuh berkah. Ikutilah, dan bertakwalah agar kamu mendapat rahmat."(QS. Al-Anãm/6: 155).
B. Sumber-Sumber Hukum Islam (Sunnah)
Sunnah atau hadis artinya adalah cara yang dibiasakan atau cara yang dipuji. Sedangkan menurut istilah bahwa hadis adalah perkataan Nabi, perbuatannya dan taqrirnya (yakni ucapan dan perbuatan sahabat yang beliau diamkan dengan arti membenarkannya). Dengan demikian sunnah Nabi dapat berupa: sunnah Qauliyah (perkataan), Sunnah Fi’liyah (perbuatan), Sunnah Taqriryah (ketetapan).
            Sudah menjadi kesepakatan bagi kaum muslimin bahwa sunnah Rasulullah yang dimaksud sebagai undang-undang dan pedoman umat yang harus diikuti sampai kita dengan sanad (sandaran) yang sahih, hingga memberi keyakinan yang pasti (mutawatir) atau dugaan yang kuat (ahad) bahwa memang benar datang dari Rasulullah adalah menjadi hujjad kaum muslimin dan sebagai sumber hukum dari mujhtahid, untuk memetik hukum syara’. Sebagai mana disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an :
“Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".(Q.S. Ali Imran/3:32).


“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(Q.S. An-Nisa’/4:59).


Sebagai sumber hukum Islam, sunnah (hadis) berada satu tingkat di bawah al-Qur’an. Artinya, jika terjadi sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al-Qur’an, yang harus dijadikan sumber berikutnya adalah hadis. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt:
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”(Q.S. al-Hasyr/59:7).

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”(Q.S. an-Nisa’4:80).

PENGERTIAN HUKUM ISLAM, SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH

PENGERTIAN HUKUM ISLAM, SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH
A.  Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam adalah seperangkat perturan atau kaidah-kaidah hukum yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakau dan diyakini, dan mengikat bangi seluruh pemeluk agama islam.
B.  Pengertian Syariah
Syariah adalah hukum-hukum dan aturan Allah disyariahkan buat hambanya untuk diikuti dan hubungan mereka sesama manusia. Dengan kata lain, syariah tertuju kepada hukum yang didatangkan al-Qur’an dan Rasul-Nya, kemudian yang disepakati para sahabat dari hukum-hukum yang tidak datang mengenai urusannya sesuatu nas dari al-Qur’an atau sunah.
C.  Pengertian Fikih
Fikih adalah ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dali tafsil (jelas).
D.  Pengertian Ushul Fikih
Ushul Fikih adalah ilmu hukum dalam Islam yang mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci dalam rangka menghasilkan hukum Islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut.

KARATERISTIK HUKUM ISLAM DAN TUJUAN HUKUM ISLAM

KARAKTERISTIK HUKUM ISLAM DAN TUJUAN HUKUM ISLAM
A. Karakteristik Hukum Islam
Untuk membedakan antara hukum Islam dengan hukum umum, maka hukum Islam memiliki beberapa karakteristik tertentu. Diantaranya:

1.Penerapan hukum Islam bersifat universal
Nash-nash al-Qur’an tampil dalam bentuk prinsip-prinsip dasar yang universal dan ketetapan hukum yang bersifat umum
2.       Hukum yang ditetapkan oleh al-Qur’an tidak memberatkan
Di dalam al-Qur’an tidak satupun perintah Allah yang memberatkan hamba-Nya. Jika Tuhan melarang manusia mengerjakan sesuatu, maka dibalik larangan itu akan ada hikmahnya. Walaupun demikian manusia masih diberi kelonggaran dalam hal-hal tertentu (darurat).
3.      Menetapkan hukum bersifat realistis
Hukum Islam ditetapkan berdasarkan realistis dalam hal ini harus berpandangan riil dalam segala hal. Menghayalkan perbuatan yang belum terjadi lalu menetapkan suatu hukum tidak diperbolehkan.
4.       Menetapkan hukum berdasarkan musyawarah sebagai bahan pertimbangan.
5.      Sanksi didapatkan di dunia dan di akhirat.
B.  Tujuan Hukum Islam
Tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan.
Dengan kata lain, tujuan Hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan dunia ini saja tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak.