Thursday 11 August 2016

Penjelasan BULAN SAFAR

Bulan Safar

Al-Qur'an meninggikan martabat dan memuliakan bulan-bulan tertentu dengan janji fadilat berganda atas mukmin yang menjauhi kemungkaran dan kemaksiatan sesama manusia , apalagi terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Namun, anggapan Safar sebagai bulan sial dengan mengadakan berbagai acara ritual untuk menolak bala' antara adat, budaya dan amalan khurafat serta takhayul masih membelenggu beberapa umat Islam.

Amalan mandi Safar untuk tolak bala' dan menghapus dosa dikatakan berkait dengan kepercayaan penganut Hindu melalui ritual Sangam yang mengadakan upacara penghapusan dosa melalui pesta mandi di sungai.
 
Tiada amalan istimewa atau tertentu yang dikhususkan untuk dirayakan pada bulan Safar baik berdasarkan ayat-ayat Al-Quran, sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, sahabat maupun para salafushshalihin (para tabie). Amalan sunat di bulan Safar adalah sama seperti amalan-amalan sunat harian yang diamalkan sepanjang waktu di bulan-bulan yang lain.
 
Kepercayaan mengenai perkara sial atau bala' pada sesuatu hari, bulan dan tempat itu merupakan kepercayaan orang jahiliyah sebelum kedatangan Islam. Malah upacara mandi sungai atau pantai di bulan Safar berpuncak dari kepercayaan nenek moyang terdahulu dan ada kaitan dengan upacara keagamaan Hindu.

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda (yang artinya) :
"Tiada wabah dan tiada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa."(HR.  Bukhari).
 
Pergerakan matahari dari siang hingga malam mengakibatkan adanya pergantian dari hari ke hari, minggu ke minggu, bahkan bulan ke bulan. Dan sampailah kita pada Bulan Shafar. Bulan Safar (Shofar, Sapar) adalah salah satu bulan yang ada di Kalender Hijriah atau Kalender Islam.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
Artinya:
"Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa."
(QS. Yunus [10]:6).
 
Bulan Safar adalah bulan kedua setelah Muharam dalam kalendar Islam (Hijriyah) yang berdasarkan tahun Qamariyah (perkiraan bulan mengelilingi bumi).
Menurut bahasa Safar berarti kosong, ada pula yang mengartikannya kuning. Sebab dinamakan Safar, karena kebiasaan orang-orang Arab zaman dulu meninggalkan tempat kediaman atau rumah mereka (sehingga kosong) untuk berperang ataupun bepergian jauh.
 
Ada pula yang menyatakan bahwa nama Safar diambil dari nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu, yakni penyakit safar yang bersarang di dalam perut, akibat dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya. Itulah sebabnya mereka menganggap bulan Safar sebagai bulan yang penuh dengan kejelekan. Pendapat lain menyatakan bahwa Safar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit.
 
Menganggap sial bulan Shafar sekaligus termasuk salah satu jenis tathayyur yang terlarang. Itu termasuk amalan jahiliyyah yang telah dibatalkan (dihapuskan) oleh Islam. Menganggap sial bulan Shafar termasuk kebiasaan jahiliyyah. Perbuatan itu tidak boleh. Bulan (Shafar) tersebut seperti kondisi bulan-bulan lainnya. Padanya ada kebaikan, ada juga kejelekan. Kebaikan yang ada datangnya dari Allah, sedangkan kejelekan yang ada terjadi dengan taqdir-Nya.
 
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah bersabda:
“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Shafar.”
[HR. Al-Bukhari 5437, Muslim 2220, Abu Dawud 3911, Ahmad (II/327)]
 
 Hadits ini telah disepakati keshahihannya.
 
 
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, bahwa  Rasulullah Shalallahu 'Alaihi bersabda,
“Tidak ada penyakit menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada sesuatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala (bencana) pada bulan Safar (seperti yang dipercayai).”
Namun kepercayaan bahwa Safar bulan sial atau bulan bencana masih saja dipercaya sebagian umat. Padahal, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam  sudah menegaskan mitos itu tidak benar.
Kesialan, naas, atau bala bencana dapat terjadi kapan saja, tidak hanya bulan Safar, apalagi khusus banyak terjadi pada bulan Safar. Allah Subhanahu Wa Ta'ala menegaskan
Artinya
 Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."
(QS. At-Taubah [9]:51)
Awal mula kesyirikan yang menganggap bahwa adanya hari dan bulan yang baik dan yang buruk berawal dari adat jahiliyah yang mereka terima dari tukang-tukang sihir ( kahin ). Dan bulan shafar ini mereka masukan ke dalam bulan yang penuh dengan malapetaka. Beberapa jenis keyakinan syirik yang bertentangan dengan Islam yang terjadi pada bulan Safar adalah:
   1. Masyarakat Arab Jahiliyah menganggap bulan shafar sebagai bulan penuh kesialan.
( Shahih Bukhari no. 2380 dan Abu Dawud no. 3915 ).
   2. Masyarakat Arab Jahiliyah juga meyakini adanya penyakit cacing atau ular dalam perut yang disebut shafar, yang akan berontak pada saat lapar dan bahkan dapat membunuh orangnya, dan yang diyakini lebih menular dari pada Jarab ( penyakit kulit / gatal ).
 ( Shaih Muslim : 1742, Ibnu Majah : 3539 )
   3. Keyakinan masyarakat Arab Jahiliyah bahwa pada bulan shafar tahun sekarang diharamkan untuk berperang dan pada shafrar tahun berikutnya boleh berperang.
 ( Abu Dawud : 3913, 3914 ).
   4. Keyakinan sebagian mereka yang menganggap bahwa umrah pada bulan-bulan haji termasuk bulan Muharam ( shafar awal ) adalah sebuah kejahatan paling buruk di dunia.
 ( Bukhari no. 1489, Muslim : 1240, 1679 ).
   5. Sebagian orang-orang di India yang berkeyakinan bahwa tiga belas ( 13 ) hari pertama bulan shafar adalah hari naas yang banyak diturunkan bala’.
(Ad-Dahlawi, Risalah Tauhid )
   6. Keyakinan sebagian umat Islam di Indonesia bahwa pada setiap tahun tepatnya pada hari rebo wekasan Alloh menurunkan 320.00 ( tiga ratus dua pulun ) malapetaka atau bencana.
 ( Al-Buni dalam Kitab Al-Firdaus serta Faridudin dalam Kitab Awradu Khawajah dan tokoh-tokoh sufi lainnya ).
   7.Mengenai rebo wekasan ini mereka juga berkeyakinan tidak boleh melakukan pekerjaan yang berharga atau penting seperti pernikahan, perjalanan jauh, berdagang dan lain-lain, jika tetap dilakukan maka nasibnya akan sial.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
Artinya:
 Utusan-utusan (para Rasul) itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas".
(QS. Yaa Siin [36]:19).
 
Islam tidak mengenal adanya hari atau bulan naas, celaka, sial, malang dan yang sejenis. Yang ada hanyalah bahwa setiap hari dan atau bulan itu baik, bahkan dikenal hari mulia (Jum’at) dan bulan mulia (seperti bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah). Kalaupun memang ada kenaasan atau kejadian yang kurang baik itu adalah takdirNya. Tidak ada hubungannya dengan bulan yang tidak baik.
Wallahu'alam bishshawab.

1 comment: